Cerita Jadi Minimalis: Mindful Spending


Cerita Jadi Minimalis kali ini mau ngomongin soal keuangan. Yang mana setelah gue mengenal gaya hidup ini, banyak hal positif terjadi, menjurus uang yang ditabung lebih banyak dibanding sebelumnya. It’s just one of the reason, tapi yang menurut gue sangat berpengaruh gimana gue lebih berpikir ekstra untuk tidak menghabiskan uang gue ke hal-hal yang bersifat sementara alias kalau lagi lapar mata doang. Used to be like that juga.

Suka nyari barang diskon, sering belanja impulsif, lihat yang lucu checkout, lihat barang trend ikutan beli juga, lihat orang lain punya jadi mau juga, or whatever reason yang kepentingan nya based on keinginan, bukan kebutuhan. Kamu tidak bisa menolak fakta ini, karena sesungguhnya, gue juga pernah demikian. Fear of Missing Out itu real. Ikutan beli karena iri atau show-off itu terjadi, dan perasaan ini tuh kayanya harus divalidasi deh, gue begitu juga pernah soalnya.

Back to the topic, Minimalis mengajarkan gue untuk fokus terhadap diri sendiri, termasuk yang sudah gue miliki. Dan keputusan setiap kali gue membawa pulang suatu barang, karena itu artinya gue bertanggung jawab terhadap hal itu. Kalau inget berapa banyak yang gue declutter sampai ke barang yang masih gue simpan di kamar sendiri tuh, kaya… Wow, iya gue pernah lho se-tidak mindful itu. Mengingat banyak barang yang gue declutter itu adalah pakaian, kertas, dan barang-barang lucu yang berkaitan dengan hobi gue: fangirling dan journaling.

Dulu gue selalu membiarkan barang-barang tersebut menumpuk dan tidak pernah benar-benar membereskan atau melakukan sesuatu terhadapnya. Beneran ditumpuk aja setelah beli, atau paket datang. Mikirnya lebih sering, ah nanti juga kepake. Padahal nggak lho, setidaknya sampai gue memutuskan untuk men-declutter barang-barang tadi.

Pertama kenal minimalis, keputusan untuk mengurangi barang-barang tersebut juga lumayan bikin bimbang. Tapi kalau kata Marie Kondo, kalau nggak membawa spark joy lagi, kenapa? gue juga mikir sih, waktu itu gue anaknya bukan decor-oriented. Maunya punya kamar yang nyaman yang nggak aneh-aneh, yang kalau punya barang gue harus tahu semua keberadaan barang itu ada dimana. Fungsinya pun ada semua, so yeah. Dengan mantap, gue berpisah dengan barang-barang lucu dan kalap semata saat membelinya.

Here we are, di 2023, barang-barang yang gue miliki mostly sudah punya ruang dan fungsi masing-masing. Dan keputusan gue untuk membeli sesuatu yang based on keinginan cenderung berkurang, meminimalisir membuat banyak pilihan di barang yang fungsinya sama aja. Kaya misal punya sleeve laptop cukup 1 macam, case handphone, satu lip color untuk sehari-hari. Dan lebih fokus ke kualitas, jadi nggak sering-sering juga membuang sesuatu karena keawetan nya sebanding dengan kualitas.

Rencana untuk beli barang-barang pun lebih terorganisir, kaya pertanyaan-pertanyaan yang harus gue jawab ketika gue ingin membeli sesuatu, soal fungsi, durability, akan dipakai berapa kali, sampai ke kalau jadi sampah, cara yang baik untuk membuang nya tuh gimana. Sound complicated? Awalnya mungkin iya, tapi karena terbiasa jadinya bisa lebih memfokuskan diri kepada hal-hal penting dan mengurangi hal yang tidak begitu penting. Of course, pengeluaran barang-barang tidak berguna pun berkurang sehingga bisa difungsikan untuk hal-hal yang lebih penting.

And I love this concept so much more than before. How about you, guys?

Post a Comment

A Journal and Tea